Makin menjadi-jadi ini. Makin tidak dimengerti orang lain dia ini. Bukan mainlah ‘kerek’nya, dan bukan mainlah perkara yang dimain-mainkannya itu. Nak katakan kecil, besar juga. Nak katakan besar tidak pula memberatkan bahu ini. Atau kita tidak memikulnya? Hanya melihat bangla-bangla itu yang kesusahan. 

Hah pakailah kain palikatmu yang paling cantik itu. Dan tunggang terbalik pula engkau mencari syurga buat dirimu sendiri. Pada pikir engkau ianya boleh dimasuki secara bersendirian? Dan terlepas engkau akan setiap sesuatu itu bakal dipertanggung jawabkan juga kepadamu? Maka biarkan sajalah saudaramu itu bergelumang dengan nanah dan lendir-lendir busuk. Dan perkiraanmu ianya tidak mengganggumu sama sekali. Jauh sekali menjejaskan lebai putihmu itu.

Tidak juga tersangkut pada hati-hati mereka akan peringatan-peringtanku. Tentang kedatangan kambing bermata satu, yang ada pisau disebelah tangan kanannya. Dan ada halwa kundur disebelah tangan kirinya. Lalu disuapkannya ketika engkau sedang lena. Bagai bayi yang disuapkan tetek ibunya. Engkau menjilat-jilat bibirmu kerana kesedapan. Lalu disembelihnya engkau dan mengelupurlah disitu. Walau mengalir darah putihmu. Tidaklah ada yang ingin beserta denganmu dalam merasai sengsara itu. Dan ketipu dayaan itu engkau tanggunglah dengan sendirinya, selayaknya engkau menjilat keenakan itu tadi juga dengan sendiri tidak berkongsi dengan sesiapa.

Dan didatangkannya bala yang dipimpinnya. Dengan gerakan dari kaki-kaki yang tapak kasutnya dari rantai besi yang paling keras dan kasar. Mengilis tidak kira batu atau tanah, pinggan nasi atau katil pengantin. Tidak belas pada si tua atau bayi. Dan si badwi itu dengan jubah labuhnya menutup pintu-pintu gerbang mereka agar habuk cemar tidak bisa masuk. Celakanya dia sedang bercanda dengan bininya yang no empat itu. Sambil bersuap-suapan. Dan si isteri mendesah-desah diraba sana sini. Lagak unta betina yang dipalu cemeti.

Entah kemana hendak diadukan kegilaan ini. Entah kemana hendak dilarikan diri ini. Hendak mengendong anak kecil ini? Si tua itu merayu-rayu dengan hiba pula. Maka lemparkan saja botol-botol penuh minyak itu? Yang peletupnya diri-dirimu sendiri? Kafir kata mereka. Mereka yang tidak melihat dari matamu. Mereka yang melihat dari mata sang serigala itu. Jahanam sungguh pak lebai yang bersekutu dengan musuh-musuhnya sendiri ini. Jadi tebang saja pohon-pohon tiga segi itu dulu. Yang tergantung dipucuknya bintang-bintang enam. Namun beliungnya ditangan si pelahap kepak nyamuk ini. Bagaimanakah hendak membalasnya?

Sangat sempit dunia ini. Sangat mahal sepeha ayam itu. Sangat enak dan emput tilam beralas bulu biri-biri itu. Atau lacurkan saja anak-anak perempuanmu? Atau lacurkan saja isteri-isterimu? Atau lacurkan saja adik-adik perempuanmu? Atau lacurkan saja ibumu? Maka engkau akan dapat segantang beras siam yang paling elok mutunya. Dan legalah meja makan sela waktu engkau menanti kuburmu!
 Anda mungkin berminat membaca