PENGANTAR
oleh : Mahmoud Ayoub
oleh : Mahmoud Ayoub
Katakanlah, "Sekiranya lautan dijadikan tinta untuk menuliskan firman-firman Tuhanku, niscaya akan habis air laut itu sebelum firman-firman Tuhan habis tertulis, dan demikian juga halnya jika Kami datangkan tambahan sebanyak itu lagi." (18:109).
Alquran adalah kata-kata transenden dari yang Maha-transenden, Sang Pencipta dan Pemelihara segala sesuatu. Bersama Alquran, penciptaan dimulai ketika Allah mengikat perjanjian kita dengan bertanya, "Bukankah Aku ini Tuhanmu?." Bersama Alquran, sejarah dimulai ketika Tuhan berkata kepada para malaikat, "Aku akan menciptakan seorang khalifah di muka Bumi." Dalam Alquran, sejarah meneruskan perjalanan kosmisnya dari keberagaman benda dan nama-nama, menuju yang Satu, ketika "Bumi bersinar dengan cahaya Tuhan" dan ketika suara abadi Tuhan yang Mahahidup dan Mahakuasa menantang semua makhluk, "kepada siapa semua makhluk berpulang?." Pertanyaan ini kemudian dijawab dengan, "kepada Allah yang Maha Esa dan yang Maha Penakluk!" Meskipun demikian, dengan belas kasih-Nya yang tak terhingga, Allah menghendaki Alquran sebagai firman-Nya yang abadi, yang masuk dalam sejarah kita yang fana, agar memandu dan membentuk sejarah manusia menuju kesempumaan, ketika hanya Dia yang menjadi Raja dan Tuan bagi semua.
Alquran yang selalu kita tulis dalam lembaran-lembaran (mashahif), kita hapal dalam hati, dan kita baca dengan lidah, diturunkan kepada seorang hamba dan rasul Allah tercinta, Muhammad saw., semoga rahmat Allah beserta beliau, para ahlul bait, dan sahabatnya yang hanif.
Ilmu penulisan, pemahaman, dan penafsiran Alquran selalu menjadi bahan kajian para pemikir cemerlang sepanjang sejarah umat Islam. Hasil dari upaya keras ini termuat dalam berbagai literatur tafsir. Alquran, dalam dimensi tersembunyi yang tak terbatas, hanya diketahui oleh Allah. Tetapi, bagi Nabi dan segelintir pengikutnya yang terpilih, tabir itu disingkap sehingga mereka mampu menyentuh misteri terdalam Alquran dengan hati dan pikiran mereka yang bersih, "hanya orang yang sucilab yang boleh menyentuhnya." Para kekasih Allah yang saleh (auliya Allah asshalihin), yaitu orang-orang yang memurnikan hati mereka di dalam samudra pengetahuan, telah memberikan kita kiasan-kiasan dan petunjuk yang dapat memandu kita dalam perjalanan (suluk) kita menuju Allah.
Tafsir-tafsir Syekh Fadhlullah Haeri bertujuan untuk menjadikan Alquran sesuai untuk manusia modern. Tafsir-tafsir ini bertujuan agar manusia modern dapat merenungi Alquran, memahaminya, serta menjadikannya sebagai panduan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam perjalanan spiritual mereka. Dia ingin menampilkan Alquran dalam bahasa aslinya, Arab, dan untuk mengkaji makna lahiriah maupun makna tersembunyinya. Selain itu, karya ini menampilkan Alquran, baik dari segi historis dan eksoterisnya, maupun dari segi kedalamannya, kepada pembaca Barat. Dalam usaha tafsir ini, karya-karya standar dalam bidang tafsir juga digunakan, khususnya karya-karya yang relevan dengan konteks masa kini. Buku ini adalah buku pertama dari lima buku yang dibuat untuk mencapai tujuan tersebut.
Alquran harus berbicara untuk segala kondisi. Dan ini hanya akan efektif jika dilakukan lewat perenungan yang mendalam. Lewat perenungan Syekh Fadhlullah Haeri, yang hatinya diterangi oleh Allah, maka dimensi terdalam Alquran akan dapat tergapai.
Katakanlah, "Beramallah karena Allah, rasul-rasul-Nya dan orang-orang mukmin akan menjadi saksi perbuatanmu. Hanya kepada-Nya kita beriman, karena hanya dengan-Nya ada panduan yang benar, dan hanya kepada-Nya kita kembali." (Q.S. 9: 105).
TENTANG PENULIS
Syekh Fadhlullah Haeri dilahirkan dan dibesarkan di Karbala, Iraq, kemudian belajar di Eropa dan Amerika Serikat. Riwayat karirnya ditandai dengan, antara lain, mendirikan perusahaan-perusahaan di bidang industri minyak dan perdagangan internasional. Penemuannya kembali terhadap warisan Islam yang menyeluruh merupakan hasil penghayatannya terhadap makna batin dari ajaran dan amalan lahiriah Islam. Sejak 1970-an, Syekh Haeri telah memberikan kuliah Alquran secara luas dalam perjalanan-perjalanan yang dilakukannya, di Timur maupun Barat. Sekarang dia tinggal di Inggris sambil terus memberikan kuliah di berbagai tempat, dan menulis banyak buku.
UCAPAN TERIMAKASIH
Serial buku ini dimulai pada tahun 1981, sebagai bagian dari materi pengajaran di Amerika Serikat dan Eropa. Banyak pihak yang telah membantu terwujudnya serial ini. Muna H. Bilgrami telah melakukan beberapa pengeditan dan pembahan penting. Tidak lupa pula peranan berharga Aliya Haeri dalam mengkoordinasi dan mengawasi edisi pertama dan juga edisi baru ini.
Pihak-pihak yang turut menyumbangkan gagasan dalam edisi ini, antara lain adalah Batool Ispahany, Kays Abdul Karim Mohammad, Dr. Salah al-Habib, Luqman Ali, Hasan Jobanputra, Christopher Flint, dan Syed Muyhi al-Khateeb. Terima kasih juga secara khusus untuk Dr. Yaqub Zaki yang telah membaca naskah ini dan memberikan saran berharga. Tanpa dorongan, antusiasme, dan kecintaan Dr. Omar Hamzah terhadap Alquran, edisi ini tidak mungkin dapat terwujud.
PENDAHULUAN
Surah al-Baqarah mengandung banyak sekali panduan orisinil tentang bagaimana suatu komunitas dapat bertahan, bagaimana anggota-anggotanya harus berperilaku sebagai individu, sebagai keluarga, dan sebagai entitas sosial. Surah ini memuat hukum-hukum tentang jihad, yaitu perjuangan melawan kejahatan, lahir dan batin. Juga, tentang kapan, di mana, dan melawan siapa kita harus berjihad.
Surah al-Baqarah diawali dengan huruf-huruf Arab Alif Lam Mim yang sederhana tetapi penuh makna. Dari tauhid, segala sesuatu turun kepada Anda seperti gelombang buih halus, yang mana setiap buih mengandung makna keesaan. Seperti setetes air dalam lautan yang mengandung rahasia seluruh samudra.
Surah ini memuat sejarah manusia dari masa penciptaan Adam hingga masa Nabi Muhammad saw. Banyak ayat dalam surah ini yang berkaitan khusus dengan Bani Israel (Suku Israel). Ayat-ayat tersebut menggambarkan bagaimana Bani Israel diberikan risalah tauhid, yaitu tentang satu-satunya Realitas, dan bagaimana mereka kemudian menolaknya berkali-kali. Terlepas dari penolakan mereka, karena kasih sayang-Nya yang tak berhingga, Allah selalu memberikan mereka kesempatan untuk bertobat.
Meskipun surah ini secara historis berisikan tentang Bani Israel, namun ia juga menggambarkan sifat pembangkangan manusia yang berusaha menyimpang dari kehendak Allah. Pada level hakikat (kebenaran), Bani Israel melambangkan perjuangan hawa nafsu (ego) yang ingin memegang kekuasaan, suatu perjuangan yang malah membawa kesengsaraan, kesedihan, dan kekecewaan bagi mereka. Jalan menuju kebahagiaan dan rahmat batiniah ada-lah dengan cara menundukkan nafsu serta hasrat individu yang sebenarnya tidak begitu bermakna, mengingat tidak ada kekuatan selain Allah. Surah ini memberikan semacam peta untuk menunjukkan jalan mana yang harus diikuti dalam rangka meraih kepasrahan dan pengetahuan tentang Allah.
Setiap surah adalah surah yang lengkap dan tuntas, meskipun bisa saja surah-surah itu diturunkan di tempat dan saat yang berbeda. Surah al-Baqarah, kecuali beberapa ayat terakhir, diturunkan pada masa-masa awal hijrah (pindahnya Nabi dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 M). Secara historis, ayat 281 dianggap sebagai ayat terakhir Alquran.
Buku tentang surah al-Baqarah ini merupakan buku pertama dari lima buku tafsir Alquran yang ditujukan buat para pelajar dan pembaca yang berminat dalam memperoleh pengetahuan qurani. Karena kekayaan makna Al-quran diungkapkan dalam bahasa Arab, maka perhatian lebih banyak kami curahkan untuk menjelaskan kata-kata beserta akar-akarnya. Tafsir ini dibuat agak khusus bagi para pelajar otodidak, dengan memberikan contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari. Tafsir-tafsir tradisional dan klasik, yang sudah tersedia dalam edisi bahasa Inggris, tidak disertakan di sini.
Dalam seri tafsir ini, akar dari kata-kata kunci Arab dibahas dan ditelaah, sehingga para pelajar dapat memetik manfaat dari bahasa asli Alquran, suatu bahasa yang tidak ada tandingannya dalam hal kemampuan mengkomunikasikan sesuatu yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Pada level konjugasi, kata-kata Arab memiliki banyak makna berbeda, yang terkadang bisa berlawanan. Segi bahasa Arab ini mencerminkan dimensi yang sangat penting dari kebudayaan Arab kuno. Dimensi yang memungkinkan orang Arab memiliki kepekaan terhadap kehidupan dan lingkungannya yang rapuh. Inilah yang membuat mereka dapat menerima risalah tauhid. Meskipun orang Arab mementingkan dunia, namun bahasa dan lingkungannya sangat cocok untuk menggambarkan dan mengkomunikasi-kan dunia subtil realitas ketuhanan.
Alquran mengandung banyak tingkatan makna, kegunaan, dan juga solusi-solusi. Kita telah memilih jalur etimologis lewat "taman" ini, yaitu dengan melihat sekilas bagaimana akar dan bunyi kata saling terkait untuk menunjuk kepada Sumber segala huruf: Allah. Akar utama dari banyak kata Arab berasal dari kata "tauhid' (tauhid). Oleh karena itu, tujuan utama kita adalah mengikuti jalur tauhid ketika kita menjelajahi bentuk akar kata serta berbagai derivasinya. Ada beberapa penekanan dan pengulangan butir-butir tertentu untuk menggairahkan semangat para pemula yang meniti jalan penuh berkah yang dikelilingi oleh berbagai perangkap dan bahaya ini. Pelajar yang tekun dan berkonsentrasi penuh pasti akan berhasil. Ini karena mereka menyadari bahwa duri dalam perjalanan adalah suatu rangsangan untuk menembus batas jalan yang sempit. Cobaan-cobaan ini hanya akan meningkatkan kestabilannya serta mempertajam akal dan kewaspadaannya.
Masa kita sekarang ini adalah masa yang dijangkiti penyakit pengingkaran terhadap Realitas Tunggal. Supaya dapat membangunkan hati para pencari, sang guru harus berusaha mencari obat dari tauhid dan kebenaran abadi yang terkandung dalam kitab yang melipud segala-galanya, yaitu Alquran. Kebenaran mutlak muncul dalam bentuk Alquran. Kebenaran ini terpantul lewat hati kaum mukmin yang bersih serta dipenuhi pijaran dalam setiap atom penciptaan.
Wahyu-wahyu Alquran memberikan dukungan dan bantuan bagi pencari sejati dalam perjalanannya menapaki kehidupan. Jika kita dapat mengingat surah-surah dan ayat-ayat Alquran di saat kesulitan, penuh ketidakpastian, kelemahan, atau keraguan, maka kita akan mendapatkan kekuatan duniawi maupun spiritual. Karena dengan mengingat Alquran, kita juga akan mengingat Zat yang Maha Melihat, Maha Menyaksikan, dan Mahahadir: Allah.
Dari belas kasih dan cinta Allah, Sang Pencipta Tunggallah, kita semua berasal. Dan dengan kasih sayang abadi-Nya jugalah kita dijaga dan dipelihara dalam kehidupan singkat kita yang rapuh dan tidak stabil ini. Hal ini membuat kita harus selalu berlindung kepada Sang Maha Pemelihara, Mahahidup yang sifat-sifat dan hakikat mutlak-Nya sebentar lagi akan kita ketahui.
SURAH AL-BAQARAH "SAPI BETINA"
Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
1. Alif Lam Mim.
2. Inilah Kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, kitab yang mengandung petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.
Lima ayat pertama dari surah al-Baqarah menggambarkan serta mendefinisikan kaum mukmin yang beriman kepada rahmat dan keadilan Allah. Mereka adalah kaum yang dengan hati-hati menjaga ketakwaannya, agar dapat menggapai Realitas serta batasan-batasan hukumnya. Dua ayat berikutnya berbicara tentang orang-orang yang menutup-nutupi kenyataan (kata "kafirun" berasal dari kata kafara yang memiliki arti menutupi, menyembunyikan). Sedangkan tiga belas ayat berikutnya, membahas tentang kemunafikan.
Ada berbagai penafsiran tentang Alif Lam Mim yang mengawali surah ini. Salah satu penafsiran menyatakan bahwa ketiga huruf tersebut menyimbolkan modul-modul dasar untuk memahami dan mengkomunikasikan makna penciptaan. Huruf adalah unsur pembangun bahasa yang, jika dirangkai secara kreatif, menjadi sarana untuk menyampaikan informasi kepada manusia. Contoh modul dasar yang lain adalah kode genetik yang mengandung serta menjelaskan seluruh struktur biologis setiap makhluk.
"Kitab ini," kata Allah. Hanya ada Kitab ini. Ke mana pun manusia memandang, yang terbentang adalah Kitab ini. Dalam maknanya yang terluas, Kitab ini adalah firman Allah, realitas penciptaan paripurna. Tidak ada "keraguan di dalamnya." Kitab ini mutlak dan meliputi segalanya, karena ia mencakup dunia fisik dan juga mencakup dunia gaib.
Orang yang memelihara dirinya dengan ketakwaan— karena jalan Allah mutlak dan tak dapat ditawar-tawar— akan menghindari segala sesuatu yang tidak memberikan hal positif. Pengalamannya memberitahukan dia akan hal tersebut. Dalam keadaan takwa penuh kepada Allah, seseorang menjadi sadar akan kehadiran yang Esa, Realitas yang berada di luar jangkauan ruang dan waktu.
3. Orang-orang yang beriman kepada yang gaib dan mendirikan salat, serta mengeluarkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepadanya.
Belas kasih Allah meliputi seluruh alam, baik alam fana maupun alam gaib. Makna kitab suci berakar pada alam gaib (apa yang tidak dapat dirasakan atau dicerap oleh indra manusia), sedangkan pengejawantahannya ada pada alam fana. Sebagai contoh, dalam setiap diri manusia tersimpan kitab yang tersembunyi, yaitu cetak genetik kromosom yang berkembang seiring dengan pertumbuhan tubuh. Ia meletup dari satu sel sesuai dengan tuntunan dan arahan dari pesan yang sudah terkode secara genetis itu. Setiap sel dalam tubuh memuat keseluruhan kode tubuh. Kitab biologis yang tersembunyi itu mengejawantahkan dirinya dalam bentuk fisik.
Ayat ini menggambarkan para pencari realitas, yaitu orang mukmin yang berkembang dan bangkit melalui proses pemahaman diri. Mereka beriman kepada yang gaib, yaitu sesuatu yang ada, namun tidak dapat dijangkau oleh indra manusia. Keterbatasan sensoris ini membuat manusia dapat mengetahui makna Sang Tak Berbatas. Ini karena tidak ada sesuatu pun yang dapat diketahui, jika kita tidak mengetahui kebalikannya. Kehidupan tidak bermakna jika tidak ada kematian. Setiap sifat diimbangi oleh lawannya dan juga membuka jalan untuk mengetahuinya. Nama lain bagi Alquran adalah al-Mizan, yang berarti "timbangan." Nama ini mencerminkan adanya pemahaman akan pertentangan dalam dunia. Islam adalah jalan tengah.
Orang-orang yang beriman kepada yang gaib pasti mendirikan salat, karena salat merupakan tindakan spiritual yang membawa perubahan. Salat adalah suatu tindakan yang memungkinkan orang mukmin untuk menapaki dan meiewati jalan pengetahuan menuju hukum-hukum yang mengatur dunia. Ibadah ini melambangkan ketundukan semua makhluk kepada Allah. Ia menghubungkan sang pencari dengan Kebenaran (haqq). Hubungan ini kemudian memberikan kepastian yang dapat menghilangkan segala kecemasan tentang rezeki di masa depan.
Rezeki baik berbentuk material atau non-material, seperti ilmu adalah sesuatu yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi manusia. Jika sang pencari spiritual telah dipuaskan batinnya serta hilang kecemasan lahiriahnya, maka rezeki materi maupun non-materinya akan gampang mengalir kepadanya. Dengan ketakwaan, iman, salat dan amal salih, pemahaman diri pun akan tercapai.
Pada hakikatnya, manusia terlahir tanpa dibekali kekayaan materil dan akan mati tanpa membawa apa pun. Ajaran Alquran berkisar pada aspek memberi: jika seseorang memberi, maka dia akan tercukupi. Jadi, gunakanlah potensi alam gaib dan jadilah salurannya!
4. Dan orang-orang yang beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu, dan percaya kepada apa yang diturunkan sebelummu, dan juga dengan pastt percaya kepada kehidupan akhirat.
Ayat ini merujuk pada orang-orang beriman yang mengikuti apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan nabi-nabi sebelumnya. Mereka percaya bahwa mereka akan diberi tuntunan. Mereka percaya terhadap adanya akhirat; bahwa dunia fisik akan berakhir; dan bahwa ada alam kesadaran lain yang menanti sesudah kematian. Keyakinan adalah ilmu yang dalam, serta tidak dapat dibuktikan secara empiris. Inilah sebabnya keyakinan merupakan aspek iman yang lebih tinggi. Keyakinan bersifat fitrah, sehingga ia tidak dapat dijelaskan dengan logika dan deduksi.
5. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Dengan ini, kita mesti menengok kembali kepada surah pembuka, surah al-Fatihah, "Tunjukilah kami jalan yang lurus." Dengan menghindari apa yang tidak berguna, seseorang mampu mengikuti perdagangan hidup (din) yang sejati. Keberhasilan adalah hasilnya. Akan ada beberapa kegagalan. Nafsu rendahan yang dibiarkan liar, kesombongan, dan penyanjungan terhadap diri sendiri adalah hal-hal yang memungkinkan setan atau sifat dasar negatif kita mewujud dalam tindakan. Dalam bahasa kita, setan diterjemahkan menjadi setan, padahal makna dan citra yang ditimbulkan oleh kata itu pun berbeda. Kita akan menggunakan kata "setan," karena setan berasal dari akar kata kerja yang memiliki arti keluar jalur, berada jauh sekali. Energi kesetanan ini menimbulkan kecemburuan, birahi, rakus kekuasaan, serta sifat-sifat jahat lainnya. Kita hanya dapat kembali ke jalan yang lurus dengan menyingkirkan hambatan-hambatan itu.
6. Sesungguhnya orang-orang kafir sama saja, baik engkau ingatkan atau tidak, mereka tidak akan beriman.
7. Allah telah mengunci-mati hati serta pendengaran mereka dan penglihatan mereka pun tertutup. Bagi mereka siksaan yang berat.
Ayat-ayat ini menjelaskan kaum kafir. Hati mereka telah mengeras dan terkunci. Ini karena mereka menyembunyikan kebenaran dan mengingkari realitas yang melekat pada diri mereka. Pengingkaran mereka terhadap Realitas Tunggal yang Maha Pengasih dan Maha Meliputi, membuat mereka terkutuk dalam kesendirian. Kondisi ini adalah kondisi penuh siksaan, kepedihan, dan hukuman berat. Roh kita memancar dari suatu zat yang tak terbatas dan zat yang paling sublim. Keterbatasan, karenanya, me-upakan suatu "hukuman." Keterbatasan adalah akibat dari perasaan keterasingan manusia, yang muncul karena kurangnya penghambaan yang ikhlas kepada Allah.
8. Di antara manusia ada yang berkata, "Kami beriman kepada Allah dan Hari Akhir," padahal sebenarnya mereka tidak beriman.
Kemunafikan tumbuh subur akibat kebodohan. Kata Arab untuk kemunafikan, "nifaq" berkaitan erat dengan kata nafaq yang berarti "terowongan" atau "jalan bawah tanah." Jika aspek diri yang lebih rendah tidak digantikan dengan aspek diri yang lebih tinggi, maka nafsu rendah akan berkeliaran dalam terowongan demi terowongan, demi menghindari diri dari penyucian. Nafsu yang lebih rendah berusaha menyelamatkan dirinya dengan cara menghindar dari segala upaya perbaikan. Kaum munafik selalu mencari pembenaran. Mereka tidak pernah mau melawan sifat-sifat buruk dan belenggu dalam dirinya. Sifat utama seorang munafik adalah selalu menghindar dari ide sentral tentang ketundukan dan keimanan kepada Allah. Untuk menghindari ini, dia mengaku beriman kepada Allah dan hari akhirat, meskipun sebenarnya tidaklah demikian. Dia berpikir bahwa dengan melakukan hal itu, dia dengan tenang dapat melarikan diri dari pertentangan nyata..
9. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal sebenarnya mereka hanya menipu diri mereka sendiri, sedangkan mereka tidak menyadari.
Mereka berusaha—atau mengira bahwa mereka mampu—menipu Allah. Mereka tidak sadar bahwa mereka hanya menipu dirinya sendiri. Mereka tidak mampu menyadari kondisi mereka, karena ilmu mereka didasarkan pada premis keterpisahan, dan bukan premis penyatuan (tauhid). Mereka tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya telah larut dalam satu realitas yang hukum-hukum-Nya mengatur semua aspek kehidupan, termasuk aspek penipuan diri. Karenanya, mereka berpikir telah aman bersembunyi dalam diri mereka sendiri.
10. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakit itu; dan bagi mereka siksa yang pedih, karena mereka telah berdusta.
Orang munafik adalah orang yang mengidap penyakit hati (qalb, suatu kata yang berasal dari kata “qalaba” yang berarti "kembali," "bebas," atau "berbalik"). Hati yang sehat adalah hati yang bebas dari segala hasrat, keinginan, dan kegelisahan. Hasrat hati orang munafik yang sakit berakar dari penipuan diri. Kedermawanan Allah yang luas dan selalu bertambah hanya digunakan untuk meningkatkan hasrat tersebut. Akibatnya, keadaan itu hanya memberikan kebingungan dan penderitaan terus-menerus.
0 comments :
Post a Comment